MAKALAH
PENGARUH PERBEDAAN QIRAAT TERHADAP PENAFSIRAN
AL-QUR’AN
Diajukan Untuk Memenuhi
Tugas Terstruktur
Mata Kuliah:ilmu
Qiraat
Dosen Pengampu:
Bapak Fuad Nawawi, MA
Disusun oleh:
Mulya 14113450009
Muslikah 14113440040
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS ADADIN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
SYEKH
NURJATI CIREBON
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tak ada yang
meragukan bahwa Al-Qur'an adalah kitab suci umat muslim di seluruh dunia.
Terlebih bagi umat muslim sendiri, AL-Qur'an merupakan pedoman hidup yang harus
di junjung tinggi. Beriman kepadanya merupakan salah satu rukun iman. Al-Qur'an
juga merupakan sumber hukum Islam yang teratas, dan diyakini esensinya
merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT.
Sejak awal hingga
akhir turunnya, Al-Qur'an telah ditulis dan didokumentasikan oleh para juru
tulis yang diunjuk oleh Rasulullah kala itu. Di samping itu, seluruh ayat
Al-Qur'an dinukil dan diriwayatkan secara mutawattir baik secara hafalan
maupun tulisan. Melalui sejarah yang amat panjang, dengan proses yang tidak
sebentar pula, Al-Qur'an sampai ke tangan kita dengan bentuk yang jauh berbeda
dari awal penulisannya, meskipun tidak merubah esensi dan eksistensinya.
Perkembangan
tulisan dan pemaknaan Al-Qur'an yang sedemikian rupanya, telah membuat para
ahli membuat suatu disiplin ilmu yang dinamakan Ulumul Qur'an. Disiplin ilmu
ini, tentu memfokuskan pembahasannya seputar Al-Qur'an. Seiring dengan
berkembangnya ulumul qur'an, ilmu qiraah muncul sebagai salah satu cabang dari
ilmu tersebut.
Sebagai civitas
akademik yang konsen dalam bahasan tafsir dan hadits tentunya ilmu qiraah
merupakan bahasan yang tidak boleh dilewatkan, bahkan cenderung wajib untuk
ditelaah secara mendalam. Salah satu cabang dari Ulumul Qur'an ini membahas
tentang perbedaan-perbedaan cara membaca, pelafalan dan hukum-hukumnya dengan
objek Al-Qur'an itu sendiri. Tidak hanya yang mutawwatir, bahkan qiraah
yang syadz juga akan dibahas.
Pembahasan pada
makalah ini akan mencakup istilah-istilah yang terdapat dalam ilmu qiraat,
seperti qiraat itu sendiri, riwayat, thuruq, aujah, ushul, dan farsy.
Sekiranya pembahasan ini penting untuk disampaikan karena istilah-istilah
tersebut merupakan salah satu hal yang fundamental dalam ilmu qiraah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Qiraat
Qiraat merupakan bentuk jama' dari kata qiraah, dan secara
etimologi kata tersebut merupakan kata yang dibentuk dari qaf, ra, dan alif)
(ق ر أ,
dan qiraah tersebut merupakan bentuk mashdar-nya. Kata qiraah
sendiri digunakan untuk beberapa makna, seperti:
a) Mengumpulkan, atau bisa dikatakan dengan mengumpulkan sesuatu
terhadap bagiannya.
b)Tilawah, merupakan
pelafalan dan pengucapan terhadap suatu kalimat yang tertulis. Qiraah bisa
disamakan dengan tilawah, karena tilawah merupakan bentuk
kegiatan pelafalan atas sesuatu yang termuat dalam sebuah teks sehingga lafal
tersebut dapat didengar.[1]
Sedangkan bila
ditinjau dari segi terminologinya, qiraat ini memiliki beberapa
pengertian dalam kaca mata ulama qiraah, di antaranya:
a)
Menurut Imam Al-Zamakhsyari, qiraah adalah perbedaan
pelafalan atau pelafadzan wahyu yang tertuang dalam bentuk tulisan ataupun tata
cara membacanya, seperti takhfif, tatsqil dan lain sebagainya.[2]
b)
Menurut Imam Ibnu Al-Jizriy, qiraah adalah ilmu tentang tata
cara penulisan Al-Qur'an dan perbedaan-perbedaan yang ada di dalamnya.
c)
Sedangkan menurut Imam Al-Qusthalaniy, qiraah adalah ilmu
yang menjelaskan tentang persamaan pendapat para ulama mengenai Al-Qur'an dan
perbedaannya dalam bahasa dan i'rab, hadzf dan itsbat, fashl dan washl,
dan lain sebagainya.[3]
d)
Kemudian, Ad-Dimyathi berpendapat bahwa qiraah adalah suatu
ilmu untuk mengetahui cara pengucapan lafal-lafal Al-Quran, baik yang
disepakati maupun di-ikhtilaf-kan oleh para ahli qiraat, seperti: hazf
(membuang huruf), itsbat (menetapkan huruf), tahrik (memberi
harakat), taskin (memberi tanda sukun), fashl (memisahkan huruf),
washl (menyambungkan huruf), ibdal (menggantikan huruf atau lafaz
tertentu), dan lain-lain yang diperoleh dari indera pendengaran.
e)
Muhammad ali al-shabuni dan manna al qaththan memiliki pandangan
bahwa suatu mazhab tertentu dalam cara pengucapan Al-Qur'an dianut oleh salah
seorang imam qiraat yang bebeda dengan mazhab lainntya, berdasarkan
sanad-sanadnya yang bersambung sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
Dari beberapa
pendapat para ulama yang mengemukakan pegertian tentang qiraah, dapat
ditarik kesimpulan yang membentuk dua madzhab:
1.
Madzhab pertama menganggap bahwa qiraah itu memiliki
pertanda yang luas dalam pelafalan. Qiraah tersebut mencakup perkara
tentang lafadz-lafadz Al-Qur'an yang telah disepakati dan masih diperseliihkan.
2.
Madzhab yang kedua memiliki pandangan bahwa pemahaman qiraah
tersebut merupakan bentuk ringkasan dari lafadz-lafadz Al-Qur'an yang masih
diperselisihkan.[4]
Secara ringkas
pengertian dari qiraah ialah ilmu yang menerangkan tentang macam-macam
bacaan Al-Qur'an, antara yang sahih dan tidak sahih.[5]
2.2 Riwayat
Riwayat (روايات) merupakan bentuk jama' dari riwayah
(رواية), dan nerupakan bentuk mashdar dari
kata ra, wa, ya (ر و ي).
Secara etimologi riwayat dapat diartikan:
a)
Membawa sesuatu, orang arab sering berkata, "Si Fulan membawa
uang untuk membayar denda."
b)
Pemindahan atau penukilan.[6]
Sedangkan menurut
istilah, riwayat adalah istilah yang digunakan apabila qiraat
Al-Qur'an dinisbatan terhadap para rawi yang konsen di bidang ini (qiraah).
Contoh: Riwayat
Qalun dari Nafi'. Dalam kalimat tersebut menandakan bahwa Qalun menggunakan qiraat
untuk membaca Al-Qur'an berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Nafi'.
2.3 Thuruq
Kata ini merupakan
bentuk jama' dari tahriq (طريق), dan kata tersebut terbentuk dari dasar kata
tha, ra, qaf (ط ر ق). Arti etimologi dari thariq ialah
jalan yang luas yang dilalui oleh orang banyak.[7]
Sedangkan pengertian terminologinya adalah apabila qiraat Al-Qur'an
dinisbatkan kepada salah seorang perawi qiraat dari perawi lainnya. [8]
Contoh: Thariq
Nasyith dari Qalun. Dari kalimat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
Nasyith menggunakan qiraat dari Qalun, di mana sebelumnya telah
dijelaskan bahwa Qalun mengambil qiraat dari Nafi'.
2.4 Aujah
Aujah (أوجه) merupakan bentuk jama' dari kata
wajh (وجه), dan merupakan salah satu bentuk derifaksi dari kata waw,
jim, dan ha (و ج ه). Secara bahasa kata tersebut dapat dapat
digunakan untuk sesuatu yang jelas dan terang, sesuatu yang di samping,
menunjuk arah, ataupun macam dan bagian.[9]
Sedangkan menurut terminologi dari tinjauan ilmu qiraah, wajh digunakan
untuk qiraat Al-Qur'an yang dinisbatkan kepada seorang pembaca Al-Qur'an
berdasarkan pilihannya terhadap versi qiraat tertentu.[10]
Contoh: Wajh
Fulan dari Nasyith. Jadi Fulan menggunakan versi qiraat Nasyith dalam
membaca Al-Qur'an.
2.5 Ushul dan
Farsy
Pengertian ushul
dalam ilmu qiraat adalah bacaan-bacaan yang jelas seperti hukum-hukum yang
tertata dalam setiap surat dalam Al-Qu'an. Pembahasan yang terdapat dalam
ushul ini, hampir sama dengan apa yang dibahas dalam ilmu tajwid. Adapun
pembahasannya:
a)
Waqaf dan ibtida
b)
Idgam dan Tabyin
c)
Mad dan Qashar
d)
Hamz dan talyin
e)
Imalah dan Fath
f)
Tafhim dan Tarqiq
g)
Al-Ha'at
h)
Ahkam al-ya'at
Pada dasarnya
ushul dan farsy memiliki persamaan, karena yang dimaksud dengan farsy
adalah apabila hukum-hukum bacaan tersebut belum tertata, atau bagian yang
telah tertata lebih sedikit dari ushul. Disebut demikian karena apabila
terdapat hukum bacaan yang ada dalam surat-surat Al-Qur'an dan belum
terjamahkan dalam bagian ushul maka itu akan disebut farsy karena
belum tersusun layaknya ushul. Sebagian ulama qiraah beranggapan
bahwa farsy tersebut merupakan cabang dari ushul.[12]
Imam Syiabudin
Abdurrahman bin Ismail, menukil dari pandangan Abu Syamah Al-Muqaddasiy, bahwa
huruf yang tujuh (al-ahruf as-sab'ah) yang diturunkan dengan Al-Qur'an
Karim tersebut merupakan ushul yang sebenarnya, yang disesuaikan dengan
ilmu nahwu yang telah disepakati.[13]
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Demikianlah
pembahasan mengenai istilah-istilah yang berkaitan dengan ilmu qiraah. Dari
mulai qiraah itu sendiri di mana banyak ulama yang memberikan definisi mengenai
kata tersebut. Salah satunya ialah Al-Zamakhsyari yang mengungkapkan bahwa qiraah
adalah perbedaan pelafalan atau pelafadzan wahyu yang tertuang dalam bentuk
tulisan ataupun tata cara membacanya, seperti takhfif, tatsqil dan lain
sebagainya.
Untuk selanjutnya
riwayat merupakan istilah yang digunakan apabila qiraat Al-Qur'an
dinisbatan terhadap para rawi yang konsen di bidang ini (qiraah). Thuruq
merupakan suatu bentuk qiraat Al-Qur'an dinisbatkan kepada salah
seorang perawi qiraat dari perawi lainnya. Sedangkan aujah memiliki
pengertian apabila qiraat Al-Qur'an yang dinisbatkan kepada seorang
pembaca Al-Qur'an berdasarkan pilihannya terhadap versi qiraat tertentu.
Untuk pembahasn
yang terakhir dalam materi kali ini ialah ushul dan farsy.
Keduanya memiliki keterkaitan yang amat erat. Ini dikarenakan pengertian ushul
dalam ilmu qiraat yang merupakan bacaan-bacaan yang jelas seperti hukum-hukum
yang tertata dalam setiap surat dalam Al-Qu'an. Sedangkan farsy adalah hukum-hukum bacaan yang belum
tertata, atau bagian yang telah tertata lebih sedikit dari ushul.
Wallahu a'lam bishowab ....
Semoga Bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
·
Nabil bin Muhammad, Ilmu Qira'at, 2000, Riyadh: Maktabah
Taubah
·
Sa'id Agil Husin Al-Munawir, Al-Qu'an Membawa Tradisi Kesalehan
Hakiki, 2007, Jakarta: Ciputat Press
·
Hasanuddin, Perbedaan Al-Qur'an, 1995, Jakarta: Raja
Grafindo Press
Dr.
Sayyid Rizq Ath-Thawil, fi ulumil qira'at, 1985, Mekah: Maktabah
Fithiyyah,
[1] Nabil bin Muhammad, Ilmu Qira'at, 2000, Riyadh: Maktabah Taubah,
hal. 26.
[2] Ibid, hal. 27.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Sa'id Agil Husin Al-Munawir, Al-Qu'an Membawa Tradisi Kesalehan
Hakiki, 2007, Jakarta: Ciputat Press, hal. 7
[6] Ob Cit, hal. 26
[7] Ibid, hal. 29.
[8] Ibid, hal. 29.
[9] Ibid, hal. 30.
[10] Hasanuddin, Perbedaan Al-Qur'an, 1995, Jakarta: Raja Grafindo
Press, hal. 115.
[11] Dr. Sayyid Rizq Ath-Thawil, fi ulumil qira'at, 1985, Mekah:
Maktabah Fithiyyah, hal. 157.
[12] Ibid
[13] Ibid, hal. 158.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar